Translator

Rabu, 26 Januari 2011

RT RW dalam Islam

Hak Tetangga Dalam Islam

Allah Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ

“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dan tetangga yang jauh.” (QS. An-Nisa`: 36)


Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak aman dari kejelekannya.” (HR. Muslim no. 46)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47)

Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Sesungguhnya Jibril terus-menerus berpesan kepadaku tentang tetangga, hingga aku menduga bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. Al-Bukhari no. 6014 dan Muslim no. 2624)

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha ‘ dia berkata: Aku pernah bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا

“Wahai Rasulullah, aku punya dua tetangga, kepada siapa dari keduanya yang paling berhak untuk aku beri hadiah?” Beliau menjawab, “Kepada yang paling dekat pintu rumahnya darimu”. (HR. Al-Bukhari no. 6020)

Penjelasan ringkas :
Di antara bentuk keuniversalan Islam dan bahwa Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam, adalah Islam menuntunkan adab yang baik dalam kehidupan bertetangga. Maka dalam Islam seseorang dianjurkan untuk memuliakan tetangganya dan dia diharamkan untuk mengganggu tetangganya. Dan Islam mengabarkan bahwa berbuat jelek kepada tetangga lebih besar dosanya dibandingkan berbuat jelek kepada yang bukan tetangga.
Perhatikan ayat dalam surah An-Nisa` di atas, bagaimana Allah Ta’ala menyebutkan hak tetanggga yang jauh dan yang dekat dalam deretan 10 hak yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim dan muslimah. Ini menunjukkan adanya perhatian yang besar dari Allah Ta’ala terhadap hak-hak mereka. Sampai-sampai Allah Ta’ala memerintahkan Jibril alaihissalam untuk selalu mengingatkan Nabi yang paling mulia shallallahu alaihi wasallam agar jangan sampai beliau lalai dari hak tetangga ini. Karena sangat seringnya beliau diingatkan oleh Jibril, sehingga beliau shallallahu alaihi wasallam sempat berfikir kalau-kalau tetangga itu bisa mewarisi harta tetangganya.

Lagi-lagi dalam hal ini Allah Ta’ala dan Rasul-Nya mengumpulkan antara targhib (dorongan) dan tarhib (ancaman), agar setiap muslim dan muslimah memperhatikan hak tetangga ini. Dari sisi targhib, Allah dan Rasul-Nya mengabarkan bahwa berbuat baik kepada tetangga merupakan tanda kesempurnaan iman dan termasuk di antara sebab terbesar masuknya seseorang ke dalam surga. Sementara dari sisi tarhib sebaliknya, dikabarkan bahwa orang yang mengganggu tetangganya tidak akan masuk surga dan itu menunjukkan kelemahan imannya kepada Allah dan hari akhir. Ini jelas menunjukkan bahwa mengganggu tetangga merupakan dosa besar, karena pelakunya diancam masuk ke dalam neraka.

Seseorang biasanya mempunyai lebih dari satu tetangga. Jika keadaan mengharuskan seseorang untuk memilih, manakah di antara tetangga itu yang paling wajib dia berbuat baik kepadanya?
Dalam ayat di atas Allah Ta’ala mendahulukan penyebutan tetangga yang dekat sebelum tetangga yang jauh, maka ini menunjukkan tetangga yang dekat lebih besar haknya daripada tetangga yang jauh.

Masalahnya, biasanya tetangga yang dekat dengannya juga berbilang. Ada tetangga di samping kanan rumahnya, ada yang disamping kiri rumahnya, ada yang berada di belakang rumahnya, dan ada yang berada di depan rumahnya. Semuanya dekat. Lantas siapakah yang paling berhak menerima kebaikan jika memang harus memilih?
Jawabannya tersebut dalam hadits Aisyah di atas, yaitu bahwa yang menjadi ukuran kedekatan seorang tetangga bukanlah kedekatan emosional atau kedekatan bangunan rumah, akan tetapi yang menjadi patokan kedekatan adalah yang paling dekat pintunya dengan rumah kita.
Wallahu a'lam.

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 12 tahun

Ditulis untuk Buletin Santri Edisi Agustus 2010Pondok Pesantren Alkhoirot, Malang Jatim

Usia 12 tahun, biasanya kelas 6 SD, adalah awal permulaan seorang anak memasuki masa remaja. Tidak sedikit orang tua yang merasa sulit memahami bahwa anak usia ini semakin membutuhkan kemandirian yang bahkan terkadang cenderung dipahami sebagai pemberontakan.

Pada dasarnya, keinginan untuk mandiri anak tidak harus dimaknai sebagai sikap sulit diatur. Kalau toh kenyataannya demikian, itu tidak lain merupakan akumulasi dari kesalahan-kesalahan kecil orang tua dalam proses pendidikan anak sejak awal. Perlu juga diingat, pendidikan tidak hanya menyangkut kata-kata dan disiplin, tapi juga contoh perilaku sehari-hari orant tua yang terkadang justru sangat penting. Oleh karena itu, pertama dan terutama, orang tua harus menjadi contoh panutan etika dan perilaku yang positif kalau orang tua menginginkan perilaku yang sama dimiliki anak.

Yang tak kalah penting, lingkungan di sekitar rumah dan di sekolah harus pula menjadi perhatian karena ia memainkan peran penting dalam perkembangan mental dan pola perilaku anak. Kalau orang tua merasa sudah maksimal dalam memberi pendidikan di rumah, tapi toh anak masih tampak sulit dikendalikan, maka tentu ada faktor lain yang mesti diwaspadai. Termasuk pengaruh dari tontonan di TV dan akses internet.
Sebab, dari survei yang diadakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  antara tahun 2007 sampai dengan 2010 dengan sampel siswa dari kelas 4, 5, dan 6 SD menghasilkan temuan mengejutkan: 67 persen pelajar di bawah umur ini sudah pernah menonton atau mengakses film porno baik dari hand phone (HP) atau internet. Dan dari tayangan TV yang tidak mendidik, timbul cara berfikir yang salah tentang apa itu yang disebut anak gaul atau kuper (Radar Malang, 12 Agustus 2010).

Berdasarkan dari hasil temuan tersebut KPAI memberikan kesimpulan dan rekomendasi bahwa kenakalan remaja dan seks bebas di kalangan ini adalah diakibatkan oleh dua hal: tidak adanya pelajaran budi pekerti dan moral di sekolah dan minimnya porsi pendidikan agama. Dalam hemat saya, yang justru penting adalah perlunya kedua faktor tersebut—moral dan agama—diajarkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di rumah.
Anak usia 12 tahun, lebih dari usia sebelumnya, juga memerlukan sikap orang tua yang mudah memberi apresiasi, pujian, dan dukungan pada hal baik yang dilakukan anak. Memberi ruang kemerdekaan relatif untuk mendorong sikap mandiri yang positif.

Kemerdekaan bukan berarti kebebabasan. Pengawasan tetapi perlu dilakukan, bahwkan apabila orang tua sedang tidak di rumah, jangan lupa untuk meminta bantuan orang lain untuk mengawasi anak.

Komunikasi intensif antara anak dan orang tua juga diperlukan. Orang tua harus menyediakan waktu bukan hanya untuk berbicara, tapi juga untuk mendengarkan apa yang ingin dikatakan anak.

Kesempatan berkomunikasi ini merupakan momen yang baik untuk mengkomunikasikan aturan-aturan yang jelas dan konsekuensi bagi anak apabila melanggar. Namun demikian, jangan membiasakan diri terlalu sering memberi peringatan atau ancaman. Cukup ikuti aturan yang sudah disepakati bersama dan konsisten dalam memberikan konsekuensi, disiplin dan sangsi.

Yang terakhir, do’a kepada Allah. Apabila segala daya dan upaya sudah dilakukan, yang tersisa adalah berdo’a pada setiap usai salat. Baik salat lima waktu maupun salat malam agar kita semua dituntun ke jalan yang lurus (QS 1:6-7), dan mendapat anugerah putra putri yang menjadi penyejuk hati (QS Al Furqan 25:74).

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 11 tahun


Apabila masuk SD pada usia 6 tahun, maka berarti ia sekarang berada di kelas 5. Itu artinya, sudah relatif banyak pengalaman kehidupan yang sudah dilewati. Dan tentunya semakin bertambah kecakapan, baik dari segi sosial dan emosional maupun intelektual. Pada usia ini, anak lelaki mulai memasuki masa puber yang disebut juga dengan pra-remaja (pre-teen). Istilah ini walaupun tidak dikenal dalam Islam, tapi perlu juga dipakai sebagai identifikasi bagi orang tua.

Secara sosial dan emosional anak usia 11 tahun agak membutuhkan ketelatenan. Ia mudah kuatir, takut, suka menunjukkan kemarahan secara fisik, dan suka keluyuran. Namun ada juga sisi positifnya, seperti suka menolong dan berperilaku baik.
Secara intelektual, ia mampu menggunakan logikanya dalam berargumen dan mengaplikasikan logika tersebut dalam situasi yang konkret. Kemampuan dalam mengambil keputusan dan kecakapan menulis, dan berbicara juga meningkat.
Yang lebih menggembirakan, sikap dewasa mulai tampak. Ia mulai sadar bahwa orang lain dapat memiliki pendapat yang berbeda dengan dirinya. Orang tua tentu patut menjadikan hal ini sebagai momentum untuk menanamkan pentingnya toleransi, kebersamaan dan penyelesaian segala perbedaan dengan dialog, bukan dengan kekerasan. Dan bahwa keragaman adalah rahmat, bukan musibah (QS Al Hujurat 49:13), karena itu memungkinkan kita untuk saling belajar dan berkompetisi menjadi yang terbaik (QS Al Maidah 5:48).

Disiplin
Tidak ada pendidikan yang dapat sukses tanpa adanya disiplin: reward and consequences (penghargaan dan sangsi). Mendisiplinkan anak usia ini, apalagi yang keras kepala, akan sedikit meyulitkan orang tua. Yang terpenting, jangan putus asa. Dan yang tak kalah penting, konsisten dengan peraturan yang dibuat dan sangsi yang diberlakukan. Jangan lupakan juga dialog yang baik dengan anak. Berikut beberapa langkah untuk memudahkan proses pendisiplinan anak.

Pertama, buat aturan yang jelas. Apa yang boleh dan tidak boleh. Yang baik dan tidak baik. Plus cantumkan juga sangsi atas pelanggaran yang dilakukan. Tanpa itu mana mungkin anak tahu perbuatan yang melanggar dan tidak.

Kedua, tulis aturan-aturan tersebut di kertas karton. Kalau perlu minta si anak yang menulis. Tempel di dinding rumah di posisi yang paling menyolok. Saat anak melanggar salah satu aturan, bawa anak ke depan tulisan dan ingatkan aturan mana yang dilanggar.

Ketiga, buat sangsi yang logis dan masuk akal. Aturan jarang diikuti kalau tanpa sangsi. Buat sangsi yang relevan dan mendidik. Sangsi hendaknya berbeda-beda sesuai pelanggaran. Contohnya, apabila anak tidak hormat pada yang lebih tua, hukumannya berupa menulis surat permohonan maaf pada yang bersangkutan. Apabila tidak salat fardhu, harus mengulangi salat plus shalat sunnah, dan seterusnya. Usahakan sangsinya tidak terlalu keras sehingga mudah diberlakukan..

Keempat, konsisten. Orang tua harus konsisten memperhatikan dan memberlakukan peraturan dan sangsi yang dibuat. Tanpa itu, aturan dan pembuat aturan, yakni orang tua, tidak akan mendapat respek dari anak. Apalagi anak usia pra-remaja cenderung membuat pelanggaran.

Kelima, jangan marah pada pelanggaran yang dilakukan anak. Setidaknya jangan menampakkan kemarahan. Anak akan cenderung senang membuat orang tua marah. Karena itu menampakkan kemarahan tidaklah efektif

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 10 tahun


Usia 10 tahun merupakan usia yang stabil, baik secara psikologis, intelektual dan sosial. Mereka periang, mudah bergaul dan tenang. Anak usia ini tahu bagaimana cara menikmati hal sederhana semaksimal mungkin.

Namun berbeda dengan saat usia 9 tahun yang ingin menjadi lebih baik berdasar hati nurani, anak usia 10 tahun melihat agama dan moralitas sebagai hal yang harus berdasar fakta. Ia tidak terlalu peduli dengan nuraninya atau ajaran moral agama yang diajarkan guru dan orang tua kalau tidak diimbangi dengan fakta.
Lalu bagaimana cara mengajarkan akhlak secara faktual? Kata-kata nasihat tentu harus terus disampaikan. Namun, suri tauladan yang baik dari orang tua, guru dan lingkungan hendaknya menjadi prioritas. Karena anak usia ini lebih melihat apa yang dilakukan, daripada apa yang dikatakan orang-orang di sekitarnya.

Dalam penanaman doktrin agama, khususnya keesaan dan keberadaan Allah sebagai Maha Pencipta, orang tua dapat merujuk pada Al Quran Surah Ali Imran 3:190 sebagai rujukan cara pembelajaran. Yakni, dengan menjadikan keberadaan alam semesta, termasuk umat manusia itu sendiri, adanya perubahan siang dan malam, sebagai bukti keberadaan dan ke-esaan-Nya. Pada waktu yang sama, shalat lima waktu sudah harus menjadi rutinitas keseharian seperti perintah Nabi Muhammad bahwa anak usia 10 tahun harus dikenai sanksi apabila tidak melakukan shalat lima waktu.

Nilai-nilai moral universal seperti kepedulian sosial dan kedermawanan, kejujuran dan anti-korupsi, kesederhanaan dan kerja keras, dan lain-lain dapat ditanamkan dengan memberikan contoh nyata dari kejadian dan fakta kehidupan sehari-hari.
Anak usia 10 tahun juga suka menulis, membaca dan memakai buku referensi. Beri dia kesempatan untuk melakukan hal-hal positif ini, dengan tidak terlalu membebani. Bagi orang tua, kesukaan menulis dan membaca dapat dibuat kesempatan untuk memberikan bacaan yang diinginkan sesuai dengan harapan orang tua. Termasuk bacaan buku-buku Islam sebagai upaya penanaman nilai-nilai spiritual sejak dini.

Disiplin
Apabila anak usia 10 tahun melakukan pelanggaran, maka penanaman disiplin terbaik adalah dialog dan perencanaan. Ajak dia berdiskusi, karena ia butuh diajari cara mengekspresikan perasaan dan pikirannya untuk mengatasi konflik internal dan eksternal. Karena apabila orang tua bersikap tertutup sehingga anak berfikir bahwa adalah tidak baik mendiskusikan hal yang mengganggunya, maka ia akan mengatasi persoalannya dengan fantasi dan pikirannya sendiri. Dan ini berbahaya. Karena ia belum memiliki kedewasaan internal yang terstruktur untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Ia butuh mencurahkan problemanya pada orang tua dan guru untuk mengatasi masalahnya secara riil.
Perencanaan perlu dilakukan karena anak usia 10 tahun sudah membentuk kemampuan berencana. Dan pendekatan disiplin yang paling efektif hendaknya fokus pada rencana dan ekspektasi yang tegas, jelas dan konkret pada anak untuk berperilaku baik. Dalam hal ini, orang tua harus tetap hangat tapi juga tegas dan konsisten

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 9 tahun

Oleh A. Fatih Syuhud
Ditulis untuk Buletin Santri
Pondok Pesantren Alkhoirot
Malang, Jawa Timur

Usia 9 tahun adalah usia di mana secara intelektual anak dapat menghafal dan membaca pelajaran secara lebih mudah dibanding berfikir atau memahami. Oleh karena itu segala sesuatu yang bersifat hafalan, sebaiknya dimulai dari usia ini. Seperti, menghafal doa-doa, menghafal surat-surat pendek dari Al Quran. Termasuk juga menghafal kosa-kata bahasa.

Di India, kalangan huffadz (jamak dari hafidz atau orang yang hafal seluruh teks Al Quran) memulai menghafal Al Quran umumnya pada usia ini. Imam Syafi’i, ulama ahli fiqh pendiri madzhab Syafi’i, hafal Al Quran pada usia 10 tahun.
Anak usia 9 tahun juga sedang mulai membangun mindset nafsu muthma’innah (QS Al Fajr 89:27-30) atau pola pikir hati nurani tentang nilai yang benar dan salah walaupun belum dilakukan secara konsisten. Untuk itu dibutuhkan bantuan orang dewasa, orang tua terutama, untuk mempertegas wawasan nilai-nilai. Baik nilai-nilai Islami maupun etika sosial universal. Ia menyadari ketika ia berbuat salah, dan saat gagal melakukan hal yang baik. Ia akan mengaku pada orangtuanya atas kesalahan yang dilakukannya, karena nuraninya akan terganggu sampai ia membuat pengakuan.

Kejujuran, keadilan dan kebenaran adalah nilai-nilai yang sangat penting bagi anak usia 9 tahun. Ia mengharapkan norma-norma itu dimiliki dirinya dan orang lain. Di sinilah fungsi orang tua untuk mengimbangi sikap anak dalam bersikap jujur, adil dan benar. Orang tua juga harus berusaha mencarikan pasangan bergaul dan bersosial yang baik bagi anak.
Keinginan khusus untuk membangun pola pikir hati nurani ini adalah akibat dari perubahan penting dalam kesadaran anak yang menandai akhir dari periode dini masa anak-anak (early childhood) menuju fase perkembangan baru. Rudolf Steiner dalam bukunya Soul Economy and Waldorf Education (New York:1986) menulis bahwa, “Pada usia sembilan tahun anak betul-betul mengalami transformasi diri, yang terlihat dari adanya perubahan signifikan pada jiwa dan fisiknya.”

Disiplin
Walaupun secara umum ia mudah diatur dan berkesan penurut, namun sebagai anak yang masih belum stabil dan perlu bimibingan, ia terkadang juga berbuat salah. Memberikan sangsi atau disiplin adalah suatu keharusan.
Untungnya, anak usia 9 tahun cukup mudah menerima hukuman karena ia ingin jadi anak baik asalkan sangsi itu dianggap cukup adil dan sesuai dengan peraturan yang sudah dicanangkan sebelumnya dan konsisten dilakukan oleh orang tua.
Walaupun ia tidak selalu konsisten dalam melakukan tugas-tugas rutin, namun ia akan menurut ketika diminta melakukan tugasnya dan berhenti dari aktifitas lain yang sedang dikerjakannya.

Hukuman dapat berupa isolasi (dikurung dalam kamar selama sekian menit), dihapus hak istimewa (seperti di larang nonton TV selama sehari) , peringatan, dan lain-lain. Ia akan menerima hukuman dengan lapang dada asal tidak dipermalukan, dibentak atau dikritik terlalu tajam

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 8 tahun

Oleh A. Fatih Syuhud
Ditulis untuk
Buletin El Ukhuwah
Pondok Pesantren Al Khoirot Putri
Malang, Jawa Timur

Secara sosial dan emosional, anak usia 8 tahun memiliki perilaku khas yang perlu diperhatikan oleh orang tua. Ada yang negatif seperti tidak sabaran, mood mudah berubah, sangat sensitif dan dramatis, mudah terpengaruh tekanan teman, kasar, egois, terobsesi uang, dan lain-lain. Ada pula yang positif seperti ringan tangan, ceria, menyenangkan, mudah berteman, dan lain-lain. Pada usia ini, anak juga sangat membutuhkan kasih sayang dan pengertian, terutama dari ibu. Ia juga memiliki kebutuhan kuat untuk memiliki.

Untuk itu, diperlukan sikap hati-hati dan bijak dalam mendidik dan mengasuhnya. Berikut beberapa tips sebagai pegangan:

Pertama, berusahalah akrab secara proporsional dengan anak Anda. Ajaklah bicara tentang teman-temannya. Dengarkan dan diskusikan kekuatirannya seputar teman dan performanya di sekolah.

Kedua, ajarkan nilai akhlak (syariah Islam) tentang apa yang wajib dan dilarang (haram) menurut Islam. Termasuk wajibnya melaksanakan shalat lima waktu (QS Thaha 20:132), haramnya berzina dan mencuri (QS Al Mumtahanah 60:12), haramnya judi dan minuman keras (QS Al Maidah 5: 91) dan lain-lain.

Ketiga, kembangkan wawasan etika sosial tentang hal yang baik dan buruk. Seperti perlunya bersikap jujur, kerja keras, sopan, hormat pada orang tua, dan lain-lain.
Keempat, keinginan anak untuk memiliki uang banyak dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan dia tentang perlunya menabung untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kelima, anak usia ini membutuhkan privasi dan kerahasiaan. Karena itu, beri mereka lemari khusus atau kotak yang terkunci.
Disiplin

Orang tua dari anak usia 8 tahun harus memiliki strategi pendisiplinan anak yang banyak. Karena mendisiplinkan anak dengan cara otoriter akan berdampak negatif berupa perilaku agresif dan permusuhan.

Orang tua harus belajar dan melatih diri bagaimana memberlakukan disiplin yang berwibawa dan otoritatif yang memberikan ekspektasi dan konsekuensi tegas dan konsisten serta mengajarkan mengapa perilaku anak berakibat pada konsekuensi baik atau buruk.
Anak usia 8 tahun mulai menyadari motivasi dan perilaku orang lain dan membuat penilaian tentang hubungan dirinya dengan mereka. Kesadaran ini adalah permulaan dari pengembangan nilai moral dan etika. Dia mulai memahami bagaimana dan mengapa perilakunya dapat berdampak pada orang lain. Di sinilah perlunya lingkungan yang baik bagi anak. Dan adalah tugas orang tua untuk memastikan bahwa anaknya berada di lingkungan yang ideal. Baik selama di sekolah, di luar rumah, dan selama di rumah

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 7 tahun


Imam Al Ghazali dalam bukunya Ayyuhal Awlad mengatakan anak adalah amanah Allah bagi orang tuanya. Seorang anak hendaknya ditanamkan pendidikan Islam sejak masa-masa awal kehidupannya dan diajarkan makna agama yang lebih luas secara gradual. Bagaimana mendidik anak usia 7 tahun?

Dari segi emosi sosial, usia tujuh tahun bagi seorang anak adalah ibarat sebuah permulaan menuju karakter yang baik seperti ramah, simpatik, hangat dan mudah bekerja sama. Ia juga memiliki sikap empati atau tidak egois pada yang lain. Itu disebabkan karena ia memiliki kontrol diri dan stabilitas yang lebih kuat dibanding sebelumnya.
Sikap yang buruk pada tahun lalu seperti berbohong, menipu dan mencuri berkurang secara drastis. Namun, kalau perilaku buruk ini tetap terjadi, orang tua harus mengambil langkah tegas agar anak mengerti bahwa ia salah. Baik salah menurut etika sosial, maupun dari sudut pandang agama Islam. Konsekuensi dari berbohong, menipu dan mencuri dapat berupa nasihat, dihapusnya fasilitas (untuk sementara), dan mengembalikan barang yang dicuri. Dengan demikian, hukuman harus berbeda sesuai level kesalahan. Dan pastikan orang tua konsisten dengan itu.

Jangan lupa, hukuman disiplin hendaknya disertai dengan diskusi tentang bagaimana supaya anak dapat berperilaku lebih baik di lain waktu. Ini penting, karena pada usia ini anak sudah dapat mencerna alasan dan logika yang benar asal disampaikan dengan cara yang sederhana.

Dalam segi kepercayaan diri (self-esteem), anak usia 7 tahun cukup labil. Oleh karena itu, sering-seringlah memberi motivasi dan masukan positif. Termasuk membantunya menghentikan kecenderungan menyalahkan diri sendiri (self-critical) dengan penekanan bahwa yang terpenting adalah apa yang sudah dipelajari, bukan hasil akhir. Sekali-kali, anak hendaknya mendapat kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri.
Dengan kemampuannya untuk mencerna suatu instruksi secara rasional, maka orang tua dianjurkan untuk memulai aktifitas yang dapat menstimulasi nalar berfikirnya. Misalnya, mengajak berdiskusi tentang nilai benar dan salah, baik dan buruk. Juga perbedaan antara kebenaran menurut etika sosial dan secara agama. Misalnya, nilai benar dan salah dalam etika sosial adalah berdasarkan kesepakatan manusia. Sedang nilai benar dan salah secara Islam adalah berdasar wahyu Al Quran dan Sabda atau Hadits Nabi.
Menstimulasi daya nalarnya juga dapat dilakukan dengan cara memberi pertanyaan yang mengundang anak untuk berfikir, memberi teka-teki dan bermain game yang membutuhkan pikiran. Kesabaran juga diperlukan orang tua atas sikap anak yang agak labil dan suka emosi.

Kewajiban Agama
Rukun Islam yang lima sudah perlu diperkenalkan secara lebih rinci dibanding sebelumnya. Terutama terkait kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Walaupun secara syari’ah, anak usia 7 tahun belum wajib melaksanakan salat, akan tetapi, pembiasaan sudah harus dimulai dari usia ini. sebagaimana tersurat dari sabda Nabi: “Perintahkanlah anak-anakmu sekalian shalat saat usia mereka tujuh tahun.” (Hadits Riwayat Abu Daud).
Taat dan hormat pada kedua orang tua (QS Luqman 31:14) merupakan salah satu nilai agama yang hendaknya menjadi etika prioritas kedua—setelah taat pada Allah– untuk ditanamkan pada anak sejak dini. Karena ia memainkan peran penting atas sukses tidaknya orang tua mendidik anak. Nilai sebaik apapun yang diajarkan akan percuma jika anak tidak mentaati orang yang mendidiknya.
Pada waktu yang sama orang tua hendaknya menjadi contoh hidup atau tauladan (uswah hasanah) dari segala ucapan, nasihat dan segala hal baik yang diajarkan pada anaknya (QS Al Ahzab 33:21). Karena tidak ada ajaran perilaku yang paling efektif dan efisien kecuali apabila apa yang dikatakan pendidik sama dengan apa yang dilakukannya. Orang tua jangan pernah mengajarkan suatu kebaikan, kalau tidak dapat memberi contoh dengan tindakan nyata

Baca Selengkapnya..

KALKULATOR ZAKAT