Translator

Jumat, 28 Januari 2011

2. Perihal Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul

Perihal Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul
  1. Tiada Allah mengutus seorang nabi kecuali pasti dia penggembala domba. (HR. Bukhari dan Muslim)
  2. Kami (para nabi) tidak diwarisi (meninggalkan warisan). Apa yang kami tinggalkan adalah sodaqoh (untuk umat). (HR. Bukhari)
  3. Sesungguhnya Allah mengharamkan (mencegah) bumi makan jasad nabi-nabi. (HR. Al Hakim)
  4. Sesungguhnya tidak layak bagi seorang nabi memasuki rumah yang mewah. (HR. Ibnu Hibban)
  5. Isa bin Maryam melihat sendiri seorang yang mencuri, lalu Isa ‘Alaihissalam berkata kepada orang itu, “Kamu mencuri.” Tapi pencuri itu menjawab, “Tidak, demi Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia.” Isa lalu berkata lagi, “Aku beriman kepada Allah dan mendustakan mataku sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca Selengkapnya..

1. Seruan dan Peringatan Allah Ta’ala

Seruan dan Peringatan Allah Ta’ala
  1. Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah ‘Azza wajalla berfirman, “Anak Adam mendustakan Aku padahal tidak seharusnya dia berbuat demikian. Dia mencaci Aku padahal tidak seharusnya demikian. Adapun mendustakan Aku adalah dengan ucapannya bahwa “Allah tidak akan menghidupkan aku kembali sebagaimana menciptakan aku pada permulaan”. Ketahuilah bahwa tiada ciptaan (makhluk) pertama lebih mudah bagiku daripada mengulangi ciptaan. Adapun caci-makinya terhadap Aku ialah dengan berkata, “Allah mempunyai anak”. Padahal Aku Maha Esa yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu. Aku tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun setara dengan Aku.” (HR. Bukhari)
  2. Dalam hadits Qudsi dijelaskan bahwa Allah Ta’ala berfirman: “Hai anak Adam, kamu tidak adil terhadap-Ku. Aku mengasihimu dengan kenikmatan-kenikmatan tetapi kamu membenciKu dengan berbuat maksiat-maksiat. Kebajikan kuturunkan kepadamu dan kejahatan-kejahatanmu naik kepada-Ku. Selamanya malaikat yang mulia datang melapor tentang kamu tiap siang dan malam dengan amal-amalmu yang buruk. Tetapi hai anak Adam, jika kamu mendengar perilakumu dari orang lain dan kamu tidak tahu siapa yang disifatkan pasti kamu akan cepat membencinya.” (Ar-Rafii dan Ar-Rabii’).
  3. Anak Adam mengganggu Aku, mencaci-maki jaman (masa), dan Akulah jaman. Aku yang menggilirkan malam dan siang. (HR. Bukhari dan Muslim)
  4. Allah Ta’ala berfirman (dalam hadits Qudsi) : “Kebesaran (kesombongan atau kecongkakan) pakaianKu dan keagungan adalah sarungKu. Barangsiapa merampas salah satu (dari keduanya) Aku lempar dia ke neraka (jahanam).” (HR. Abu Dawud)
  5. Berbaik sangka terhadap Allah termasuk ibadah yang baik. (HR. Abu Dawud)
  6. Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga. (Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu). ( HR. Bukhari)
  7. Allah ‘Azza wajalla berfirman (hadits Qudsi): “Hai anak Adam, Aku menyuruhmu tetapi kamu berpaling, dan Aku melarangmu tetapi kamu tidak mengindahkan, dan Aku menutup-nutupi (kesalahan-kesalahan)mu tetapi kamu tambah berani, dan Aku membiarkanmu dan kamu tidak mempedulikan Aku. Wahai orang yang esok hari bila diseru oleh manusia akan menyambutnya, dan bila diseru oleh Yang Maha Besar (Allah) dia berpaling dan mengesampingkan, ketahuilah, apabila kamu minta Aku memberimu, jika kamu berdoa kepada-Ku Aku kabulkan, dan apabila kamu sakit Aku sembuhkan, dan jika kamu berserah diri Aku memberimu rezeki, dan jika kamu mendatangiKu Aku menerimamu, dan bila kamu bertaubat Aku ampuni (dosa-dosa)mu, dan Aku Maha Penerima Taubat dan Maha Pengasih.” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)

Baca Selengkapnya..

Islam Mengajarkan JADILAH SEPERTI LEBAH ???

Di dalam Al-Qur’an, ada tiga surah yang dinamakan dengan nama binatang atau serangga kecil yang sangat akrab dengan kehidupan kita. Tidak ada kita yang tidak tahu dengan semut, laba-laba dan lebah. Namun mungkin kita jarang memperhatikan perilaku dari ketiga serangga kecil ini padahal nama mereka disebut dalam Al-Qur’an.

Semut, serangga kecil penggemar gula ini sangat banyak kita temukan disekitar kita. Sering sekali kita lihat suatu koloni mereka yang beriring-iring sambil mengangkut sesuatu bisa jadi itu makanan atau mungkin bahan bangunan untuk sarangnya. Sepertinya semut adalah pekerja keras yang tidak pernah berhenti bekerja dan tak kenal lelah mengumpulkan makanan dan menumpuknya. Bahkan sampai-sampai mereka juga mengangkat sesuatu yang jauh lebih besar dari diri mereka sendiri baik dilakukan secara inividual atau beramai-ramai. Mereka cenderung mengumpulkan makanan dan menumpuknya hingga mungkin cukup untuk bertahun-tahun yang berlipat lebih lama dari siklus hidup mereka sendiri. Sungguh terlihat bahwa dibalik kerja keras mereka itu terdapat ketamakan yang sedemikian besarnya.

Lain halnya dengan laba-laba, serangga kecil ini sangat jauh berbeda dengan semut, tidak banyak bergerak namun binatang kecil ini sangat menyeramkan. Sarangnya yang rapuh dan lemah namun bisa menjadi tempat yang menyeramkan bagi serangga lainnya. Apapun yang terperangkap didalamnya langsung disergap oleh pemilik sarang tersebut tanpa kenal ampun. Yang mungkin diluar dugaan kita adalah sang laba-laba betina yang selalu memangsa jantannya sendiri selepas berhubungan. Bahkan telur yang menetaspun saling berdesak-desakan hingga dapat saling memusnahkan antar sesamanya. Jika dipikir memang sangat sadis.

Lantas bagaimana dengan Lebah? Lebah serangga yang biasa kita lihat ini selalu membuat rumah yang kokoh ditempat yang tinggi sehingga tidak mengganggu manusia. Disamping pekerja keras dan disiplin sesuai dengan tugasnya masing-masing, lebah juga mengumpulkan makanan dari tempat yang baik-baik dan bagus seperti bunga dan buah dan yang di ambilpun yang terbaik dari bunga dan buah tersebut yaitu sarinya. Dan makanan itupun diolah oleh lebah dijadikan bahan yang sangat bermanfaat bagi makhluk lainnya. Demikian Allah swt menjadikan mereka: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS 16: 68-69).

Sangatlah berbeda sikap hidup ketiga serangga kecil diatas yang mungkin kita sering mengibaratkan sikap hidup manusia dengan ketiga sikap serangga kecil ini. Manusia yang berbudaya semut senang menumpuk sesuatu yang tidak dinikmatinya. Ilmu yang dituntut tidak untuk disebarkan tapi untuk kepuasan diri sendiri sehingga tidak bermanfaat. Lain halnya manusia berbudaya laba-laba yang tidak mau tau apa yang ia makan yang penting apa yang dedepannya dimakan semua. Bahkan mereka berpikir siapa hari ini yang akan menjadi mangsanya. Sebaliknya, manusia berbudaya lebahlah yang sangat dianjurkan seperti yang disampaikan Rasululah SAW: “Seorang mukmin itu bagai seekor lebah, tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang membawa manfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkan.” (HR Tirmidzi).

Baca Selengkapnya..

ABU NAWAS MATI……..?????

DASAR ABU NAWAS....
DASAR ABU NAWAS....AHMA ADI

Baginda Raja pulang ke istana dan langsung memerintahkan para prajuritnya menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas telah hilang entah kemana karena ia tahu sedang diburu para prajurit kerajaan. Dan setelah ia tahu para prajurit kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu Nawas baru berani pulang ke rumah.

“Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi mencarimu.”
“Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja menjual Sultan Harun Al Rasyid menjadi budak.”
“Apa?”
“Raja kujadikan budak!”
“Kenapa kau lakukan itu suamiku.”
“Supaya dia tahu di negerinya ada praktek jual beli budak. Dan jadi budak itu sengsara.”
“Sebenarnya maksudmu baik, tapi Baginda pasti marah. Buktinya para prajurit diperintahkan untuk menangkapmu.”
“Menurutmu apa yang akan dilakukan Sultan Harun Al Rasyid kepadaku.”
“Pasti kau akan dihukum berat.”
“Gawat, aku akan mengerahkan ilmu yang kusimpan,”

Abu Nawas masuk ke dalam, ia mengambil air wudhu lalu mendirikan shalat dua rakaat. Lalu berpesan kepada istrinya apa yang harus dikatakan bila Baginda datang.
Tidak berapa alama kemudian tetangga Abu Nawas geger, karena istri Abu Nawas menjerit-jerit.

“Ada apa?” tanya tetangga Abu Nawas sambil tergopoh-gopoh.
“Huuuuuu …. suamiku mati….!”
“Hah! Abu Nawas mati?”
“lyaaaa….!”

Kini kabar kematian Abu Nawas tersebar ke seluruh pelosok negeri. Baginda terkejut. Kemarahan dan kegeraman beliau agak susut mengingat Abu Nawas adalah orang yang paling pintar menyenangkan dan menghibur Baginda Raja.
Baginda Raja beserta beberapa pengawai beserta seorang tabib (dokter) istana, segera menuju rumah Abu Nawas. Tabib segera memeriksa Abu Nawas. Sesaat kemudian ia memberi laporan kepada Baginda bahwa Abu Nawas memang telah mati beberapa jam yang lalu.

Setelah melihat sendiri tubuh Abu Nawas terbujur kaku tak berdaya, Baginda Raja marasa terharu dan meneteskan air mata. Beliau bertanya kepada istri Abu Nawas.
“Adakah pesan terakhir Abu Nawas untukku?”
“Ada Paduka yang mulia.” kata istri Abu Nawas sambil menangis.
“Katakanlah.” kata Baginda Raja.
“Suami hamba, Abu Nawas, memohon sudilah kiranya Baginda Raja mengampuni semua kesalahannya dunia akhirat di depan rakyat.” kata istri Abu Nawas terbata-bata.
“Baiklah kalau itu permintaan Abu Nawas.” kata Baginda Raja menyanggupi.
Jenazah Abu Nawas diusung di atas keranda. Kemudian Baginda Raja mengumpulkan rakyatnya di tanah lapang. Beliau berkata, “Wahai rakyatku, dengarkanlah bahwa hari ini aku, Sultan Harun Al Rasyid telah memaafkan segala kesalahan Abu Nawas yang telah diperbuat terhadap diriku dari dunia hingga akhirat. Dan kalianlah sebagai saksinya.”

Tiba-tiba dari dalam keranda yang terbungkus kain hijau terdengar suara keras, “Syukuuuuuuuur …… !”
Seketika pengusung jenazah ketakukan, apalagi melihat Abu Nawas bangkit berdiri seperti mayat hidup. Seketika rakyat yang berkumpul lari tunggang langgang, bertubrukan dan banyak yang jatuh terkilir. Abu Nawas sendiri segera berjalan ke hadapan Baginda. Pakaiannya yang putih-putih bikin Baginda keder juga.

“Kau… kau…. sebenarnya mayat hidup atau memang kau hidup lagi?” tanya Baginda dengan gemetar.

“Hamba masih hidup Tuanku. Hamba mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas pengampunan Tuanku.”
“Jadi kau masih hidup?”
“Ya, Baginda. Segar bugar, buktinya kini hamba merasa lapar dan ingin segera pulang.”
“Kurang ajar! Ilmu apa yang kau pakai Abu Nawas?
“Ilmu dari mahaguru sufi guru hamba yang sudah meninggal dunia…”
“Ajarkan ilmu itu kepadaku…”
“Tidak mungkin Baginda. Hanya guru hamba yang mampu melakukannya. Hamba tidak bisa mengajarkannya sendiri.”
“Dasar pelit !” Baginda menggerutu kecewa.

Baca Selengkapnya..

Kisah ABUNAWAS : ” UNTUK SEBUAH NAMA “

Maaf lagi , mungkin selama ini aku membuatmu sedih dan merasa tersisih..
Mungkin juga selama ini ada nada bicaraku yang pedih..

Sungguh maaf , mungkin sejauh ini aku sering tidak memahami isi hati dan pikiranmu..
Maaf atas semua ke khilafanku , aku hanyalah manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan dan kelemahan..

Aku tak kan pernah bisa menjadi sempurna , sebab kesempurnaan hanyalah milik Nya..
Karena kekurangan dan kelemahanku itu , maka sering kupanjatkan doa untukmu , di setiap kesempatan yang ada..

Semoga Yang Kuasa selalau menyertai setiap langkahmu dan menyayangimu , di manapun kini kau berada..

Untuk sebuah nama , siapapun kau , apapun yang telah terjadi , kau tetap lah ada dalam lubuk sanubariku..

Lentera dalam hatiku dan menjadi pelita dalam hidupku , walau kini kau telah jauh berlalu..

Baca Selengkapnya..

Kisah NYATA Bocah Amerika Masuk Islam

 ANAK AMERIKA MASUK ISLAM


ANAK AMERIKA MASUK ISLAM (Alexander Pertz)
Klo agan2 ngga malu setelah baca ini kebangeten banget dah!!
Kisah spiritual anak kecil yang memeluk islam hanya karena dia baca mengenai buku Islam, setelah sebelumnya orang tuanya memberinya semua buku semua agama yang ada di dunia, Orang tua mutusin agar anaknya sendiri yang memilih agamanya.
langsung aja baca bawah ane

KISAH BOCAH AMERIKA MASUK ISLAM
Rasulullah saw bersabda: ”Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)
Kisah bocah Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti yang membenarkan hadits tersebut di atas.

Alexander Pertz dilahirkan dari kedua orang tua Nasrani pada tahun 1990 M. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. Begitu dia bisa membaca dan menulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia tak pernah bertemu muslim seorangpun.

Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar’i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian surat, dan belajar adzan.
Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun. Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya yaitu Muhammad ’Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah saw yang dia cintai sejak masih kecil.

Salah seorang wartawan muslim menemuinya dan bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu, ”Apakah engkau seorang yang hafal Al Quran ?”
Wartawan itu berkata: ”Tidak”. Namun sang wartawan dapat merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya.

Bocah itu kembali berkata , ”Akan tetapi engkau adalah seorang muslim, dan mengerti bahasa Arab, bukankah demikian ?”. Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan. ”Apakah engkau telah menunaikan ibadah haji ? Apakah engkau telah menunaikan ’umrah ? Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram ? Apakah pakaian ihram tersebut mahal ? Apakah mungkin aku membelinya di sini, ataukah mereka hanya menjualnya di Arab Saudi saja ? Kesulitan apa sajakah yang engkau alami, dengan keberadaanmu sebagai seorang muslim di komunitas yang bukan Islami ?”

Setelah wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan-kawannya, atau gurunya, sesuatu yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya, ghutrah (surban) yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman, atau berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelum dia sholat. Kemudian ia berkata dengan penuh penyesalan, ”Terkadang aku kehilangan sebagian sholat karena ketidaktahuanku tentang waktu-waktu sholat.”

Kemudian wartawan itu bertanya pada sang bocah, ”Apa yang membuatmu tertarik pada Islam ? Mengapa engkau memilih Islam, tidak yang lain saja ?” Dia diam sesaat kemudian menjawab.

Bocah itu diam sesaat dan kemudian menjawab, ”Aku tidak tahu, segala yang aku ketahui adalah dari yang aku baca tentangnya, dan setiap kali aku menambah bacaanku, maka semakin banyak kecintaanku”.

Wartawab bertanya kembali, ”Apakah engkau telah puasa Ramadhan ?”
Muhammad tersenyum sambil menjawab, ”Ya, aku telah puasa Ramadhan yang lalu secara sempurna. Alhamdulillah, dan itu adalah pertama kalinya aku berpuasa di dalamnya. Dulunya sulit, terlebih pada hari-hari pertama”. Kemudian dia meneruskan : ”Ayahku telah menakutiku bahwa aku tidak akan mampu berpuasa, akan tetapi aku berpuasa dan tidak mempercayai hal tersebut”.

”Apakah cita-citamu ?” tanya wartawan
Dengan cepat Muhammad menjawab, ”Aku memiliki banyak cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi ke Makkah dan mencium Hajar Aswad”.

”Sungguh aku perhatikan bahwa keinginanmu untuk menunaikan ibadah haji adalah sangat besar. Adakah penyebab hal tersebut ?” tanya wartawan lagi.
Ibu Muhamad untuk pertama kalinya ikut angkat bicara, dia berkata : ”Sesungguhnya gambar Ka’bah telah memenuhi kamarnya, sebagian manusia menyangka bahwa apa yang dia lewati pada saat sekarang hanyalah semacam khayalan, semacam angan yang akan berhenti pada suatu hari. Akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa dia tidak hanya sekedar serius, melainkan mengimaninya dengan sangat dalam sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain”.

Tampaklah senyuman di wajah Muhammad ’Abdullah, dia melihat ibunya membelanya. Kemudian dia memberikan keterangan kepada ibunya tentang thawaf di sekitar Ka’bah, dan bagaimanakah haji sebagai sebuah lambang persamaan antar sesama manusia sebagaimana Tuhan telah menciptakan mereka tanpa memandang perbedaan warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin.

Kemudian Muhammad meneruskan, ”Sesungguhnya aku berusaha mengumpulkan sisa dari uang sakuku setiap minggunya agar aku bisa pergi ke Makkah Al-Mukarramah pada suatu hari. Aku telah mendengar bahwa perjalanan ke sana membutuhkan biaya 4 ribu dollar, dan sekarang aku mempunyai 300 dollar.”

Ibunya menimpalinya seraya berkata untuk berusaha menghilangkan kesan keteledorannya, ”Aku sama sekali tidak keberatan dan menghalanginya pergi ke Makkah, akan tetapi kami tidak memiliki cukup uang untuk mengirimnya dalam waktu dekat ini.”

”Apakah cita-citamu yang lain ?” tanya wartawan.
“Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum muslimin. Ini adalah bumi mereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi) dari mereka.” jawab Muhammad
Ibunya melihat kepadanya dengan penuh keheranan. Maka diapun memberikan isyarat bahwa sebelumnya telah terjadi perdebatan antara dia dengan ibunya sekitar tema ini.
Muhammad berkata, ”Ibu, engkau belum membaca sejarah, bacalah sejarah, sungguh benar-benar telah terjadi perampasan terhadap Palestina.”

”Apakah engkau mempunyai cita-cita lain ?” tanya wartawan lagi.
Muhammad menjawab, “Cita-citaku adalah aku ingin belajar bahasa Arab, dan menghafal Al Quran.”

“Apakah engkau berkeinginan belajar di negeri Islam ?” tanya wartawan
Maka dia menjawab dengan meyakinkan : “Tentu”

”Apakah engkau mendapati kesulitan dalam masalah makanan ? Bagaimana engkau menghindari daging babi ?”
Muhammad menjawab, ”Babi adalah hewan yang sangat kotor dan menjijikkan. Aku sangat heran, bagaimanakah mereka memakan dagingnya. Keluargaku mengetahui bahwa aku tidak memakan daging babi, oleh karena itu mereka tidak menghidangkannya untukku. Dan jika kami pergi ke restoran, maka aku kabarkan kepada mereka bahwa aku tidak memakan daging babi.”

”Apakah engkau sholat di sekolahan ?”
”Ya, aku telah membuat sebuah tempat rahasia di perpustakaan yang aku shalat di sana setiap hari” jawab Muhammad

Kemudian datanglah waktu shalat maghrib di tengah wawancara. Bocah itu langsung berkata kepada wartawan,”Apakah engkau mengijinkanku untuk mengumandangkan adzan ?”

Kemudian dia berdiri dan mengumandangkan adzan. Dan tanpa terasa, air mata mengalir di kedua mata sang wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah itu menyuarakan adzan.

Subhanallah

Ane yakin bakal nangis haru seperti wartawan itu, jika ane di situ

Baca Selengkapnya..

KISAH NYATA Cerita BIDADARI dalam BUS ( Bagian 1 )

mia (nama samaran) yang menutupi kepalanya
mia (nama samaran) yang menutupi kepalanya (doc.ahmaadi)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Setelah sholat shubuh masih gelap sekitar jam 05.00 pagi tanggal 20 April 2010, akau keluar dari tempatku menginap. Diantar oleh kawanku di FB EL HABIBI EM menyusuri jalan2 yang masih gelap menuju terminal. Sesampai terminal aku tidak langsung naik bis, maklum sopirnya belum datang. Kesempatan itu aku gunakan berbincang dengan ustdz Habibi. Saking asyik berbincang tidak terasa sudah memakan waktu hampir satu jam. Aku sadar ketika kernek memanggil para penumpang untuk masuk bis dan segera berangkat. Sangat menyesal saking terkejutnya aku masuk bis tanpa meninggalkan pesan apa-apa, bahkan tidak sempat berjabat tangan lagi. Setelah bedo’a bismillahi majreha wamursaha, aku mencari tempat duduk yang longgar dan enak.

Penumpang memang tergolong masih sedikit. Mungkin masih sekitar 20 orang saja. Maka aku mencari tempat duduk sendiri di kursi deretan kiri, dan duduk di paling pinggir, dengan tujuan bisa mengambil gambar-gambar di tepi jalan dengan kameraku. Seperti biasanya, sebelum beraktifitas apa-apa aku sapa dulu para penumpang disekitarku dengan senyuman manis khasku.

Bis berjalan perlahan-lahan mungkin sambil mencari penumpang. Aku mulai beraktifitas. Membuka kamera mengambil gambar, membuka hp menghubungi ikhwan dan akhwat dan membuka FB mengisi status dll bergantian. Saking asyiknya beraktifitas, mengambil gambar-gamabra dan menghubungi kawan-kawan dan mengisi FB, sehingga tidak tahu kalau bis telah menaikkan seseorang yang kemudian menegurku.

Mia (nama samaran) : “permisi, boleh numpang duduk disini”.
Aku sedikit terkejut, kemudian aku menengok kearah yang menyapa, maka bertataplah pandanganku dengan pandanganya. Subhanalloh, wanita yang sengat cantik sekali. Aku segera tertunduk, dan merenung sejenak serta membayangkan kecantikannya. Tetapi segera lamunan itu buyar ketika dia bilang lagi.

Mia (nama samaran) : “ Bolehkan mas aku duduk disini…???, permisi agak geser kesana sedikit!”
Dengan buru-buru aku menjawab : “Boleh-boleh, silahkan aja… maaf sedikit …???”
Aku berfikir sejenak, di belakang masih longgar mengapa dia ingin duduk disebelahku.
Mia (nama samaran) : “ hemmmmm, sedikit apa”.
“Ini, hp…” jawabku agak gugup….
INSYAALLOH BERSAMBUNG…

Baca Selengkapnya..

Rabu, 26 Januari 2011

RT RW dalam Islam

Hak Tetangga Dalam Islam

Allah Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ

“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dan tetangga yang jauh.” (QS. An-Nisa`: 36)


Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak aman dari kejelekannya.” (HR. Muslim no. 46)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47)

Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Sesungguhnya Jibril terus-menerus berpesan kepadaku tentang tetangga, hingga aku menduga bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. Al-Bukhari no. 6014 dan Muslim no. 2624)

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha ‘ dia berkata: Aku pernah bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا

“Wahai Rasulullah, aku punya dua tetangga, kepada siapa dari keduanya yang paling berhak untuk aku beri hadiah?” Beliau menjawab, “Kepada yang paling dekat pintu rumahnya darimu”. (HR. Al-Bukhari no. 6020)

Penjelasan ringkas :
Di antara bentuk keuniversalan Islam dan bahwa Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam, adalah Islam menuntunkan adab yang baik dalam kehidupan bertetangga. Maka dalam Islam seseorang dianjurkan untuk memuliakan tetangganya dan dia diharamkan untuk mengganggu tetangganya. Dan Islam mengabarkan bahwa berbuat jelek kepada tetangga lebih besar dosanya dibandingkan berbuat jelek kepada yang bukan tetangga.
Perhatikan ayat dalam surah An-Nisa` di atas, bagaimana Allah Ta’ala menyebutkan hak tetanggga yang jauh dan yang dekat dalam deretan 10 hak yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim dan muslimah. Ini menunjukkan adanya perhatian yang besar dari Allah Ta’ala terhadap hak-hak mereka. Sampai-sampai Allah Ta’ala memerintahkan Jibril alaihissalam untuk selalu mengingatkan Nabi yang paling mulia shallallahu alaihi wasallam agar jangan sampai beliau lalai dari hak tetangga ini. Karena sangat seringnya beliau diingatkan oleh Jibril, sehingga beliau shallallahu alaihi wasallam sempat berfikir kalau-kalau tetangga itu bisa mewarisi harta tetangganya.

Lagi-lagi dalam hal ini Allah Ta’ala dan Rasul-Nya mengumpulkan antara targhib (dorongan) dan tarhib (ancaman), agar setiap muslim dan muslimah memperhatikan hak tetangga ini. Dari sisi targhib, Allah dan Rasul-Nya mengabarkan bahwa berbuat baik kepada tetangga merupakan tanda kesempurnaan iman dan termasuk di antara sebab terbesar masuknya seseorang ke dalam surga. Sementara dari sisi tarhib sebaliknya, dikabarkan bahwa orang yang mengganggu tetangganya tidak akan masuk surga dan itu menunjukkan kelemahan imannya kepada Allah dan hari akhir. Ini jelas menunjukkan bahwa mengganggu tetangga merupakan dosa besar, karena pelakunya diancam masuk ke dalam neraka.

Seseorang biasanya mempunyai lebih dari satu tetangga. Jika keadaan mengharuskan seseorang untuk memilih, manakah di antara tetangga itu yang paling wajib dia berbuat baik kepadanya?
Dalam ayat di atas Allah Ta’ala mendahulukan penyebutan tetangga yang dekat sebelum tetangga yang jauh, maka ini menunjukkan tetangga yang dekat lebih besar haknya daripada tetangga yang jauh.

Masalahnya, biasanya tetangga yang dekat dengannya juga berbilang. Ada tetangga di samping kanan rumahnya, ada yang disamping kiri rumahnya, ada yang berada di belakang rumahnya, dan ada yang berada di depan rumahnya. Semuanya dekat. Lantas siapakah yang paling berhak menerima kebaikan jika memang harus memilih?
Jawabannya tersebut dalam hadits Aisyah di atas, yaitu bahwa yang menjadi ukuran kedekatan seorang tetangga bukanlah kedekatan emosional atau kedekatan bangunan rumah, akan tetapi yang menjadi patokan kedekatan adalah yang paling dekat pintunya dengan rumah kita.
Wallahu a'lam.

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 12 tahun

Ditulis untuk Buletin Santri Edisi Agustus 2010Pondok Pesantren Alkhoirot, Malang Jatim

Usia 12 tahun, biasanya kelas 6 SD, adalah awal permulaan seorang anak memasuki masa remaja. Tidak sedikit orang tua yang merasa sulit memahami bahwa anak usia ini semakin membutuhkan kemandirian yang bahkan terkadang cenderung dipahami sebagai pemberontakan.

Pada dasarnya, keinginan untuk mandiri anak tidak harus dimaknai sebagai sikap sulit diatur. Kalau toh kenyataannya demikian, itu tidak lain merupakan akumulasi dari kesalahan-kesalahan kecil orang tua dalam proses pendidikan anak sejak awal. Perlu juga diingat, pendidikan tidak hanya menyangkut kata-kata dan disiplin, tapi juga contoh perilaku sehari-hari orant tua yang terkadang justru sangat penting. Oleh karena itu, pertama dan terutama, orang tua harus menjadi contoh panutan etika dan perilaku yang positif kalau orang tua menginginkan perilaku yang sama dimiliki anak.

Yang tak kalah penting, lingkungan di sekitar rumah dan di sekolah harus pula menjadi perhatian karena ia memainkan peran penting dalam perkembangan mental dan pola perilaku anak. Kalau orang tua merasa sudah maksimal dalam memberi pendidikan di rumah, tapi toh anak masih tampak sulit dikendalikan, maka tentu ada faktor lain yang mesti diwaspadai. Termasuk pengaruh dari tontonan di TV dan akses internet.
Sebab, dari survei yang diadakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  antara tahun 2007 sampai dengan 2010 dengan sampel siswa dari kelas 4, 5, dan 6 SD menghasilkan temuan mengejutkan: 67 persen pelajar di bawah umur ini sudah pernah menonton atau mengakses film porno baik dari hand phone (HP) atau internet. Dan dari tayangan TV yang tidak mendidik, timbul cara berfikir yang salah tentang apa itu yang disebut anak gaul atau kuper (Radar Malang, 12 Agustus 2010).

Berdasarkan dari hasil temuan tersebut KPAI memberikan kesimpulan dan rekomendasi bahwa kenakalan remaja dan seks bebas di kalangan ini adalah diakibatkan oleh dua hal: tidak adanya pelajaran budi pekerti dan moral di sekolah dan minimnya porsi pendidikan agama. Dalam hemat saya, yang justru penting adalah perlunya kedua faktor tersebut—moral dan agama—diajarkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di rumah.
Anak usia 12 tahun, lebih dari usia sebelumnya, juga memerlukan sikap orang tua yang mudah memberi apresiasi, pujian, dan dukungan pada hal baik yang dilakukan anak. Memberi ruang kemerdekaan relatif untuk mendorong sikap mandiri yang positif.

Kemerdekaan bukan berarti kebebabasan. Pengawasan tetapi perlu dilakukan, bahwkan apabila orang tua sedang tidak di rumah, jangan lupa untuk meminta bantuan orang lain untuk mengawasi anak.

Komunikasi intensif antara anak dan orang tua juga diperlukan. Orang tua harus menyediakan waktu bukan hanya untuk berbicara, tapi juga untuk mendengarkan apa yang ingin dikatakan anak.

Kesempatan berkomunikasi ini merupakan momen yang baik untuk mengkomunikasikan aturan-aturan yang jelas dan konsekuensi bagi anak apabila melanggar. Namun demikian, jangan membiasakan diri terlalu sering memberi peringatan atau ancaman. Cukup ikuti aturan yang sudah disepakati bersama dan konsisten dalam memberikan konsekuensi, disiplin dan sangsi.

Yang terakhir, do’a kepada Allah. Apabila segala daya dan upaya sudah dilakukan, yang tersisa adalah berdo’a pada setiap usai salat. Baik salat lima waktu maupun salat malam agar kita semua dituntun ke jalan yang lurus (QS 1:6-7), dan mendapat anugerah putra putri yang menjadi penyejuk hati (QS Al Furqan 25:74).

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 11 tahun


Apabila masuk SD pada usia 6 tahun, maka berarti ia sekarang berada di kelas 5. Itu artinya, sudah relatif banyak pengalaman kehidupan yang sudah dilewati. Dan tentunya semakin bertambah kecakapan, baik dari segi sosial dan emosional maupun intelektual. Pada usia ini, anak lelaki mulai memasuki masa puber yang disebut juga dengan pra-remaja (pre-teen). Istilah ini walaupun tidak dikenal dalam Islam, tapi perlu juga dipakai sebagai identifikasi bagi orang tua.

Secara sosial dan emosional anak usia 11 tahun agak membutuhkan ketelatenan. Ia mudah kuatir, takut, suka menunjukkan kemarahan secara fisik, dan suka keluyuran. Namun ada juga sisi positifnya, seperti suka menolong dan berperilaku baik.
Secara intelektual, ia mampu menggunakan logikanya dalam berargumen dan mengaplikasikan logika tersebut dalam situasi yang konkret. Kemampuan dalam mengambil keputusan dan kecakapan menulis, dan berbicara juga meningkat.
Yang lebih menggembirakan, sikap dewasa mulai tampak. Ia mulai sadar bahwa orang lain dapat memiliki pendapat yang berbeda dengan dirinya. Orang tua tentu patut menjadikan hal ini sebagai momentum untuk menanamkan pentingnya toleransi, kebersamaan dan penyelesaian segala perbedaan dengan dialog, bukan dengan kekerasan. Dan bahwa keragaman adalah rahmat, bukan musibah (QS Al Hujurat 49:13), karena itu memungkinkan kita untuk saling belajar dan berkompetisi menjadi yang terbaik (QS Al Maidah 5:48).

Disiplin
Tidak ada pendidikan yang dapat sukses tanpa adanya disiplin: reward and consequences (penghargaan dan sangsi). Mendisiplinkan anak usia ini, apalagi yang keras kepala, akan sedikit meyulitkan orang tua. Yang terpenting, jangan putus asa. Dan yang tak kalah penting, konsisten dengan peraturan yang dibuat dan sangsi yang diberlakukan. Jangan lupakan juga dialog yang baik dengan anak. Berikut beberapa langkah untuk memudahkan proses pendisiplinan anak.

Pertama, buat aturan yang jelas. Apa yang boleh dan tidak boleh. Yang baik dan tidak baik. Plus cantumkan juga sangsi atas pelanggaran yang dilakukan. Tanpa itu mana mungkin anak tahu perbuatan yang melanggar dan tidak.

Kedua, tulis aturan-aturan tersebut di kertas karton. Kalau perlu minta si anak yang menulis. Tempel di dinding rumah di posisi yang paling menyolok. Saat anak melanggar salah satu aturan, bawa anak ke depan tulisan dan ingatkan aturan mana yang dilanggar.

Ketiga, buat sangsi yang logis dan masuk akal. Aturan jarang diikuti kalau tanpa sangsi. Buat sangsi yang relevan dan mendidik. Sangsi hendaknya berbeda-beda sesuai pelanggaran. Contohnya, apabila anak tidak hormat pada yang lebih tua, hukumannya berupa menulis surat permohonan maaf pada yang bersangkutan. Apabila tidak salat fardhu, harus mengulangi salat plus shalat sunnah, dan seterusnya. Usahakan sangsinya tidak terlalu keras sehingga mudah diberlakukan..

Keempat, konsisten. Orang tua harus konsisten memperhatikan dan memberlakukan peraturan dan sangsi yang dibuat. Tanpa itu, aturan dan pembuat aturan, yakni orang tua, tidak akan mendapat respek dari anak. Apalagi anak usia pra-remaja cenderung membuat pelanggaran.

Kelima, jangan marah pada pelanggaran yang dilakukan anak. Setidaknya jangan menampakkan kemarahan. Anak akan cenderung senang membuat orang tua marah. Karena itu menampakkan kemarahan tidaklah efektif

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 10 tahun


Usia 10 tahun merupakan usia yang stabil, baik secara psikologis, intelektual dan sosial. Mereka periang, mudah bergaul dan tenang. Anak usia ini tahu bagaimana cara menikmati hal sederhana semaksimal mungkin.

Namun berbeda dengan saat usia 9 tahun yang ingin menjadi lebih baik berdasar hati nurani, anak usia 10 tahun melihat agama dan moralitas sebagai hal yang harus berdasar fakta. Ia tidak terlalu peduli dengan nuraninya atau ajaran moral agama yang diajarkan guru dan orang tua kalau tidak diimbangi dengan fakta.
Lalu bagaimana cara mengajarkan akhlak secara faktual? Kata-kata nasihat tentu harus terus disampaikan. Namun, suri tauladan yang baik dari orang tua, guru dan lingkungan hendaknya menjadi prioritas. Karena anak usia ini lebih melihat apa yang dilakukan, daripada apa yang dikatakan orang-orang di sekitarnya.

Dalam penanaman doktrin agama, khususnya keesaan dan keberadaan Allah sebagai Maha Pencipta, orang tua dapat merujuk pada Al Quran Surah Ali Imran 3:190 sebagai rujukan cara pembelajaran. Yakni, dengan menjadikan keberadaan alam semesta, termasuk umat manusia itu sendiri, adanya perubahan siang dan malam, sebagai bukti keberadaan dan ke-esaan-Nya. Pada waktu yang sama, shalat lima waktu sudah harus menjadi rutinitas keseharian seperti perintah Nabi Muhammad bahwa anak usia 10 tahun harus dikenai sanksi apabila tidak melakukan shalat lima waktu.

Nilai-nilai moral universal seperti kepedulian sosial dan kedermawanan, kejujuran dan anti-korupsi, kesederhanaan dan kerja keras, dan lain-lain dapat ditanamkan dengan memberikan contoh nyata dari kejadian dan fakta kehidupan sehari-hari.
Anak usia 10 tahun juga suka menulis, membaca dan memakai buku referensi. Beri dia kesempatan untuk melakukan hal-hal positif ini, dengan tidak terlalu membebani. Bagi orang tua, kesukaan menulis dan membaca dapat dibuat kesempatan untuk memberikan bacaan yang diinginkan sesuai dengan harapan orang tua. Termasuk bacaan buku-buku Islam sebagai upaya penanaman nilai-nilai spiritual sejak dini.

Disiplin
Apabila anak usia 10 tahun melakukan pelanggaran, maka penanaman disiplin terbaik adalah dialog dan perencanaan. Ajak dia berdiskusi, karena ia butuh diajari cara mengekspresikan perasaan dan pikirannya untuk mengatasi konflik internal dan eksternal. Karena apabila orang tua bersikap tertutup sehingga anak berfikir bahwa adalah tidak baik mendiskusikan hal yang mengganggunya, maka ia akan mengatasi persoalannya dengan fantasi dan pikirannya sendiri. Dan ini berbahaya. Karena ia belum memiliki kedewasaan internal yang terstruktur untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Ia butuh mencurahkan problemanya pada orang tua dan guru untuk mengatasi masalahnya secara riil.
Perencanaan perlu dilakukan karena anak usia 10 tahun sudah membentuk kemampuan berencana. Dan pendekatan disiplin yang paling efektif hendaknya fokus pada rencana dan ekspektasi yang tegas, jelas dan konkret pada anak untuk berperilaku baik. Dalam hal ini, orang tua harus tetap hangat tapi juga tegas dan konsisten

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 9 tahun

Oleh A. Fatih Syuhud
Ditulis untuk Buletin Santri
Pondok Pesantren Alkhoirot
Malang, Jawa Timur

Usia 9 tahun adalah usia di mana secara intelektual anak dapat menghafal dan membaca pelajaran secara lebih mudah dibanding berfikir atau memahami. Oleh karena itu segala sesuatu yang bersifat hafalan, sebaiknya dimulai dari usia ini. Seperti, menghafal doa-doa, menghafal surat-surat pendek dari Al Quran. Termasuk juga menghafal kosa-kata bahasa.

Di India, kalangan huffadz (jamak dari hafidz atau orang yang hafal seluruh teks Al Quran) memulai menghafal Al Quran umumnya pada usia ini. Imam Syafi’i, ulama ahli fiqh pendiri madzhab Syafi’i, hafal Al Quran pada usia 10 tahun.
Anak usia 9 tahun juga sedang mulai membangun mindset nafsu muthma’innah (QS Al Fajr 89:27-30) atau pola pikir hati nurani tentang nilai yang benar dan salah walaupun belum dilakukan secara konsisten. Untuk itu dibutuhkan bantuan orang dewasa, orang tua terutama, untuk mempertegas wawasan nilai-nilai. Baik nilai-nilai Islami maupun etika sosial universal. Ia menyadari ketika ia berbuat salah, dan saat gagal melakukan hal yang baik. Ia akan mengaku pada orangtuanya atas kesalahan yang dilakukannya, karena nuraninya akan terganggu sampai ia membuat pengakuan.

Kejujuran, keadilan dan kebenaran adalah nilai-nilai yang sangat penting bagi anak usia 9 tahun. Ia mengharapkan norma-norma itu dimiliki dirinya dan orang lain. Di sinilah fungsi orang tua untuk mengimbangi sikap anak dalam bersikap jujur, adil dan benar. Orang tua juga harus berusaha mencarikan pasangan bergaul dan bersosial yang baik bagi anak.
Keinginan khusus untuk membangun pola pikir hati nurani ini adalah akibat dari perubahan penting dalam kesadaran anak yang menandai akhir dari periode dini masa anak-anak (early childhood) menuju fase perkembangan baru. Rudolf Steiner dalam bukunya Soul Economy and Waldorf Education (New York:1986) menulis bahwa, “Pada usia sembilan tahun anak betul-betul mengalami transformasi diri, yang terlihat dari adanya perubahan signifikan pada jiwa dan fisiknya.”

Disiplin
Walaupun secara umum ia mudah diatur dan berkesan penurut, namun sebagai anak yang masih belum stabil dan perlu bimibingan, ia terkadang juga berbuat salah. Memberikan sangsi atau disiplin adalah suatu keharusan.
Untungnya, anak usia 9 tahun cukup mudah menerima hukuman karena ia ingin jadi anak baik asalkan sangsi itu dianggap cukup adil dan sesuai dengan peraturan yang sudah dicanangkan sebelumnya dan konsisten dilakukan oleh orang tua.
Walaupun ia tidak selalu konsisten dalam melakukan tugas-tugas rutin, namun ia akan menurut ketika diminta melakukan tugasnya dan berhenti dari aktifitas lain yang sedang dikerjakannya.

Hukuman dapat berupa isolasi (dikurung dalam kamar selama sekian menit), dihapus hak istimewa (seperti di larang nonton TV selama sehari) , peringatan, dan lain-lain. Ia akan menerima hukuman dengan lapang dada asal tidak dipermalukan, dibentak atau dikritik terlalu tajam

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 8 tahun

Oleh A. Fatih Syuhud
Ditulis untuk
Buletin El Ukhuwah
Pondok Pesantren Al Khoirot Putri
Malang, Jawa Timur

Secara sosial dan emosional, anak usia 8 tahun memiliki perilaku khas yang perlu diperhatikan oleh orang tua. Ada yang negatif seperti tidak sabaran, mood mudah berubah, sangat sensitif dan dramatis, mudah terpengaruh tekanan teman, kasar, egois, terobsesi uang, dan lain-lain. Ada pula yang positif seperti ringan tangan, ceria, menyenangkan, mudah berteman, dan lain-lain. Pada usia ini, anak juga sangat membutuhkan kasih sayang dan pengertian, terutama dari ibu. Ia juga memiliki kebutuhan kuat untuk memiliki.

Untuk itu, diperlukan sikap hati-hati dan bijak dalam mendidik dan mengasuhnya. Berikut beberapa tips sebagai pegangan:

Pertama, berusahalah akrab secara proporsional dengan anak Anda. Ajaklah bicara tentang teman-temannya. Dengarkan dan diskusikan kekuatirannya seputar teman dan performanya di sekolah.

Kedua, ajarkan nilai akhlak (syariah Islam) tentang apa yang wajib dan dilarang (haram) menurut Islam. Termasuk wajibnya melaksanakan shalat lima waktu (QS Thaha 20:132), haramnya berzina dan mencuri (QS Al Mumtahanah 60:12), haramnya judi dan minuman keras (QS Al Maidah 5: 91) dan lain-lain.

Ketiga, kembangkan wawasan etika sosial tentang hal yang baik dan buruk. Seperti perlunya bersikap jujur, kerja keras, sopan, hormat pada orang tua, dan lain-lain.
Keempat, keinginan anak untuk memiliki uang banyak dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan dia tentang perlunya menabung untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kelima, anak usia ini membutuhkan privasi dan kerahasiaan. Karena itu, beri mereka lemari khusus atau kotak yang terkunci.
Disiplin

Orang tua dari anak usia 8 tahun harus memiliki strategi pendisiplinan anak yang banyak. Karena mendisiplinkan anak dengan cara otoriter akan berdampak negatif berupa perilaku agresif dan permusuhan.

Orang tua harus belajar dan melatih diri bagaimana memberlakukan disiplin yang berwibawa dan otoritatif yang memberikan ekspektasi dan konsekuensi tegas dan konsisten serta mengajarkan mengapa perilaku anak berakibat pada konsekuensi baik atau buruk.
Anak usia 8 tahun mulai menyadari motivasi dan perilaku orang lain dan membuat penilaian tentang hubungan dirinya dengan mereka. Kesadaran ini adalah permulaan dari pengembangan nilai moral dan etika. Dia mulai memahami bagaimana dan mengapa perilakunya dapat berdampak pada orang lain. Di sinilah perlunya lingkungan yang baik bagi anak. Dan adalah tugas orang tua untuk memastikan bahwa anaknya berada di lingkungan yang ideal. Baik selama di sekolah, di luar rumah, dan selama di rumah

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 7 tahun


Imam Al Ghazali dalam bukunya Ayyuhal Awlad mengatakan anak adalah amanah Allah bagi orang tuanya. Seorang anak hendaknya ditanamkan pendidikan Islam sejak masa-masa awal kehidupannya dan diajarkan makna agama yang lebih luas secara gradual. Bagaimana mendidik anak usia 7 tahun?

Dari segi emosi sosial, usia tujuh tahun bagi seorang anak adalah ibarat sebuah permulaan menuju karakter yang baik seperti ramah, simpatik, hangat dan mudah bekerja sama. Ia juga memiliki sikap empati atau tidak egois pada yang lain. Itu disebabkan karena ia memiliki kontrol diri dan stabilitas yang lebih kuat dibanding sebelumnya.
Sikap yang buruk pada tahun lalu seperti berbohong, menipu dan mencuri berkurang secara drastis. Namun, kalau perilaku buruk ini tetap terjadi, orang tua harus mengambil langkah tegas agar anak mengerti bahwa ia salah. Baik salah menurut etika sosial, maupun dari sudut pandang agama Islam. Konsekuensi dari berbohong, menipu dan mencuri dapat berupa nasihat, dihapusnya fasilitas (untuk sementara), dan mengembalikan barang yang dicuri. Dengan demikian, hukuman harus berbeda sesuai level kesalahan. Dan pastikan orang tua konsisten dengan itu.

Jangan lupa, hukuman disiplin hendaknya disertai dengan diskusi tentang bagaimana supaya anak dapat berperilaku lebih baik di lain waktu. Ini penting, karena pada usia ini anak sudah dapat mencerna alasan dan logika yang benar asal disampaikan dengan cara yang sederhana.

Dalam segi kepercayaan diri (self-esteem), anak usia 7 tahun cukup labil. Oleh karena itu, sering-seringlah memberi motivasi dan masukan positif. Termasuk membantunya menghentikan kecenderungan menyalahkan diri sendiri (self-critical) dengan penekanan bahwa yang terpenting adalah apa yang sudah dipelajari, bukan hasil akhir. Sekali-kali, anak hendaknya mendapat kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri.
Dengan kemampuannya untuk mencerna suatu instruksi secara rasional, maka orang tua dianjurkan untuk memulai aktifitas yang dapat menstimulasi nalar berfikirnya. Misalnya, mengajak berdiskusi tentang nilai benar dan salah, baik dan buruk. Juga perbedaan antara kebenaran menurut etika sosial dan secara agama. Misalnya, nilai benar dan salah dalam etika sosial adalah berdasarkan kesepakatan manusia. Sedang nilai benar dan salah secara Islam adalah berdasar wahyu Al Quran dan Sabda atau Hadits Nabi.
Menstimulasi daya nalarnya juga dapat dilakukan dengan cara memberi pertanyaan yang mengundang anak untuk berfikir, memberi teka-teki dan bermain game yang membutuhkan pikiran. Kesabaran juga diperlukan orang tua atas sikap anak yang agak labil dan suka emosi.

Kewajiban Agama
Rukun Islam yang lima sudah perlu diperkenalkan secara lebih rinci dibanding sebelumnya. Terutama terkait kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Walaupun secara syari’ah, anak usia 7 tahun belum wajib melaksanakan salat, akan tetapi, pembiasaan sudah harus dimulai dari usia ini. sebagaimana tersurat dari sabda Nabi: “Perintahkanlah anak-anakmu sekalian shalat saat usia mereka tujuh tahun.” (Hadits Riwayat Abu Daud).
Taat dan hormat pada kedua orang tua (QS Luqman 31:14) merupakan salah satu nilai agama yang hendaknya menjadi etika prioritas kedua—setelah taat pada Allah– untuk ditanamkan pada anak sejak dini. Karena ia memainkan peran penting atas sukses tidaknya orang tua mendidik anak. Nilai sebaik apapun yang diajarkan akan percuma jika anak tidak mentaati orang yang mendidiknya.
Pada waktu yang sama orang tua hendaknya menjadi contoh hidup atau tauladan (uswah hasanah) dari segala ucapan, nasihat dan segala hal baik yang diajarkan pada anaknya (QS Al Ahzab 33:21). Karena tidak ada ajaran perilaku yang paling efektif dan efisien kecuali apabila apa yang dikatakan pendidik sama dengan apa yang dilakukannya. Orang tua jangan pernah mengajarkan suatu kebaikan, kalau tidak dapat memberi contoh dengan tindakan nyata

Baca Selengkapnya..

Senin, 24 Januari 2011

Pendidikan Islam untuk anak Usia 6 tahun


Secara sosial dan emosional anak usia 6 tahun memiliki sejumlah karakteristik yang khas yang berbeda dibanding saat usia 5 tahun. Misalnya, adanya kesadaran akan fakta bahwa orang lain mungkin berbeda pandangan dengannya. Namun pada saat yang sama ia dapat juga bersikap kaku, banyak menuntut dan tidak mampu beradaptasi. Dengan sikap ini, maka suatu kritik atau hukuman dapat melukai hatinya. Independensi juga semakin kuat, walaupun masih tetap merasa kuatir.

Usia 6 tahun juga ditandai dengan selesainya jenjang pendidikani TK (Taman Kanan-kanan) dan mulainya babak baru memasuki bangku Sekolah Dasar (SD). Suasana kelas, teman, guru dan aktifitas pun berbeda dibanding sebelumnya. Oleh karena itu, orang tua pun harus beradaptasi dengan perubahan ini dalam mendidik anak saat di rumah. Mengingat putra Anda saat ini memiliki rasa kengintahuan yang besar, aktif, dan sedang menyerap pertemanan dan suasana baru di sekolah.

Berikut beberapa langkah minimal yang perlu dilakukan orang tua.
Berikan sistem pananaman disiplin yang konsisten di rumah untuk membantu putra Anda beradaptasi dengan disiplin di sekolah.
Berikan ruang gerak yang luas untuk aktifitas fisik guna membantunya mengembangkan kemampuan.
Jangan pelit dengan pujian.
Bersabarlah dengan perilaku egoisnya; itu akan berlalu seiring waktu. Jangan lupa untuk selalu mengingatkan dia akan buruknya sikap itu.
Datanglah pada acara-acara di sekolahnya. Termasuk kompetisi olahraga yang dia ikuti.

Membangun Karakter Spiritual
Seperti ditulis dalam artikel sebelumnya, karakter religi atau pendidikan keislaman harus mulai ditanamkan sejak dalam kandungan, beberapa saat setelah lahir, dan tahun-tahun berikutnya.

Pada saat balita, penekanan pendidikan keagamaan hendaknya diprioritaskan pada keharusan menyembah Allah dan tanda-tanda adanya Allah. Keesaan dan kekuasaan-Nya. Referensi buku, cd, dvd Islami untuk anak-anak dapat dibuat rujukan untuk membantu orang tua menanamkan pola pikir (mindset) religius anak sejak dini.

Jika kebiasaan salat lima waktu yang pada saat balita dilakukan tidak secara konsisten dan cuma satu atau dua waktu saja, maka pada usia ini orang tua hendaknya memberi pemahaman bahwa si anak harus mulai belajar untuk melakukan shalat lima waktu dalam sehari. Dan wajibnya melakukan salat tersebut. Hal ini agar anak siap secara mental saat dia diwajibkan melakukan salat lima waktu pada saat usianya mencapai 7 tahun. Rasulullah bersabda: “Perintahkanlah anak-anakmu sekalian shalat saat usia mereka tujuh tahun dan pukullah mereka ketika sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka tempat tidurnya” (Hadits Riwayat Abu Daud).

Tentu saja, pola pikir dan pola sikap religius itu bukan hanya salat. Perlunya taat pada orang tua hendaknya juga menjadi etika prioritas yang selalu dicamkan ke hati anak dan didengung-dengungkan di telinga anak dalam berbagai kesempatan sebagai salah satu bagian penting dari perilaku religius.

Allah berfirman: “Dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan pada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (QS Al Isra’ 17:23).

Baca Selengkapnya..

Pendidikan Islam untuk anak Usia 5 tahun

Jadi, anak kita sudah masuk kelas nol besar di TK. Sedikitnya, 25 persen waktunya berada di luar rumah bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Dan berada di bawah pengawasan guru-gurunya. Namun sebagian besar atau sekitar 75 persen waktu anak masih bersama orang tuanya. Oleh karena itu anak tetap berada di bawah tanggung jawab penuh orang tua. Peran orang tua, terutama ibu, tetap sangat penting dalam usia ini.

Membangun Karakter
Ciri khas dari anak usia lima tahun adalah bahwa dia berfikir pendek dan spontan. Dia tidak paham konsekuensi jangka panjang atas apa yang dilakukan. Dia juga sulit menyikapi pandangan yang berbeda sehingga hal ini akan terkesan sedikit keras kepala.
Di sisi lain seperti dikatakan Lesia Oesterreich, seorang spesialis anak dari Universitas Iowa Amerika, anak usia lima tahun memiliki karakter yang lebih sensitif pada kebutuhan dan perasaan orang lain di sekitarnya. Mereka tidak merasa sulit untuk antri dan berbagi mainan dengan teman-temannya.

Membaca
Membaca buku juga bisa dimulai dari usia ini. Walaupun tahap kemampuan anak untuk membaca tidak sama; namun pelajaran membaca sudah bisa dicoba dimulai dengan cara yang santai, kreatif dan tidak menekan anak.
Jangan lupa pakailah buku anak-anak Islami. Terutama kisah para Nabi dan tokoh-tokoh Islam lain di masa lalu dan sekarang. Buku anak-anak lain yang mendidik tentu tidak apa-apa jadi bahan bacaan, asal tidak melebihi porsi buku-buku Islami. Pentingnya membaca mendapat penekanan khusus dalam Al Quran sebagai kunci menuju keilmuan (QS Al Alaq 96:1-5).

Menanamkan Disiplin
Disiplin harus dimulai dari usia ini. Menanamkan disiplin artinya memberi hukuman atas kesalahan yang dilakukan anak. Disiplin bertujuan agar supaya anak tahu bahawa apa yang dilakukan itu tidak baik.
Seperti disinggung di muka, anak usia 5 tahun berfikir pendek. Oleh karena itu, orang tua harus menyadari bahwa satu kali penanaman disiplin untuk suatu kesalahan tidaklah cukup. Anak mungkin akan mengulangi kesalahan yang sama beberapa kali setelah itu. Orang tua tidak perlu terkejut atau putus asa. Yang terpenting adalah bahwa anak sudah mengambil pelajaran setiap kali menerima hukuman atas kesalahanannya. Pastikan orang tua tetap konsisten memberi sangsi disiplin setiap kali anak melakukan kesalahan. Baik kesalahan yang sama maupun kesalahan baru. Dan yang tak kalah penting, pastikan anak menerima pujian atau penghargaan setiap kali melakukan suatu hal yang baik. Apresiasi atau pujian pada anak usia ini antara lain berupa ucapan terima kasih sambil menyebutkan perbuatan baik apa yang telah dilakukan si anak. Misalnya, “Kamu telah merapikan mainanmu. Terima kasih.”.
Jangan lupa, hukuman pada anak jangan sampai yang bersifat fisikal, seperti memukul, menampar, mencubit, dsb. Hukuman fisik seperti itu akan sangat berbahaya bagi mental dan perilaku anak di kemudian hari. Hukuman disiplin hendaknya yang bersifat non-fisikal, seperti dikurung dalam kamar selama 5 menit, dsb.

Kasih Sayang
Menanamkan disiplin sejak dini yang tegas pada anak harus juga dibarengi dengan ekspresi kasih sayang yang juga jelas. Baik dalam bentuk ekspresi perilaku maupun kata-kata. Sehingga tidak menimbulkan kesan pada anak bahwa orang tua benci padanya.
Singkatnya, orang tua harus bisa berperan dan tahu kapan waktunya untuk memerankan diri sebagai sahabat, guru, pembimbing, dan sebagai orang tua bagi si anak

Baca Selengkapnya..

KALKULATOR ZAKAT